Rabu, 28 Oktober 2009 kemarin, Sumpah Pemuda, salah satu momen penting dalam sejarah keberadaan Indonesia, diperingati untuk kali ke 81. Pemerintah menunjuk kota Serang, Banten, sebagai tempat pelaksanaan puncak peringatan. Sementara di berbagai daerah, peringatan tidak hanya digelar oleh pemerintahan setempat, tapi juga berbagai lembaga masyarakat, bahkan partai-partai politik.

Seperti yang dilakukan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Tanpa dihadiri ketua umumnya Megawati Soekarno Putri, peringatan Sumpah Pemuda yang digelar di Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP Jalan Lenteng Agung, Jakarta ini mengagendakan pemberian penghargaan (Megawati Soekarnoputri Award - red) kepada 10 tokoh muda yang dinilai punya prestasi dalam memberi inspirasi bagi kemajuan bangsa.

Salah seorang penerima penghargaan, Hendri Saparini, meyampaikan pandangan menarik. Menurut ekonom Econit ini, 81 tahun sejak pencetusan sumpah pemuda, kemiskinan masih terus menjadi cerita utama. Pembangunan tak pernah bisa merata dirasakan seluruh lapisan masyarakat. "Kita merayakan sumpah pemuda, setiap tahun, di tengah himpitan kemiskinan. Lebih dari separuh masyarakat kita hanya mengenyam masih hidup di bawah garis kemiskinan. Ekonomi tumbuh tetapi meninggalkan kesejahteraan masyarakat kita yang ada di bawah," kata Saparini.

Hal ini terjadi, imbuhnya, karena asing terlampau dominan menguasai pengelolaan sumber daya alam nusantara. Sehingga rakyat menjadi tidak punya peluang untuk memanfaatkan potensi kekayaan alam yang melimpah. "Undang-undang penanaman modal sesungguhnya telah menutup peluang itu," sebutnya seraya menambahkan, pemerintah pun pada dasarnya telah mengalami kelumpuhan membangun kemandirian dalam menyejahterakan masyaraka. "Kita menjadikan tatanan ekonomi global sebagai referensi pembangunan. Padahal setiap negara seharusnya mendasarkan pembangunan pada konstitusi. Dan konstitusi Indonesia jelas, dalam UUD 1945 mewajibkan kekayaan alam dikuasai oleh negara."

Sementara itu, di berbagai daerah, peringatan Sumpah Pemuda ini diwarnai oleh aksi unjuk rasa. Mahasiswa di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Solo, Medan dan lainya, turun ke jalan, menyuarakan protes dan menyatakan diri sebagai opisisi permanen terhadap pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.

Dalam aksi yang digelar di depan pintu gerbang Balaikota Surakarta, Solo, lima puluhan mahasiswa yang mengklaim sebagai perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) universitas-universitas ternama di Jawa dan Sumatera, mengecam koalisi besar parpol di pemerintahan yang lebih didasari bagi-bagi kekuasaan. Koalisi tersebut menurut mereka telah menjadikan komposisi tiga perempat kursi di perlemen menjadi pendukung pemerintah dan membuat parlemen kehilangan daya kontrol hingga cenderung mengarahkan pemerintah menjadi diktator.

Di Serang, Banten, puncak peringatan Sumpah Pemuda Nasional yang dipimpin Wakil Presiden Boediono, bahkan berakhir ricuh. Mahasiswa yang berupaya memblokir jalan, terlibat bentrok dengan pihak keamanan. Sejumlah mahasiswa mengalami cedera.

Boediono sendiri dalam kesempatan itu didampingi Menko Kesra Agung Laksono, Menteri Sosial Salim Segaf, Menteri Perhubungan Freddy Numberi, dan Menpora Andi Mallarangeng. Hadir juga Wakil Ketua MPR Farhan Hamid, Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, serta sejumlah tamu negara asing. Peringatan bertema 'Pemuda Bersatu Indonesia Bangkit dan Maju' ini dihadiri 6.000 pemuda dari 33 provinsi. Maestro biola Indonesia, tampil mengiringi paduan suara yang menyanyikan lagu Indonesia Raya

Posting Komentar